Salah satu temanku, oktober ini

Hari ini berbeda. Salah satu teman dikelasku tidak masuk sekolah. Biasa sih. Tapi aku terkejut, sedikit senang. Bingung juga mungkin. Aku terkejut karena celetuk teman sebangku ku, yang melihat update sosmed temanku yg tidak masuk hari itu. Sedang di bandara, mau menuju jakarta. Aku bertanya, apa yang terjadi? Ternyata dia mau ke sebuah universitas swasta di sana. Mungkin mau lihat-lihat. Lalu temanku melanjutkan, dia dapat beasiswa 100% di sana. Aku terkejut, sedikit melongo. Heran.

Temanku yang satu ini cukup unik. Suka teriak histeris sendiri saat pelajaran saintek. Berteriak saat pelajaran fisika, berlari saat pelajaran matematika. Tapi dia sungguh pandai di sejarah dan bahasa inggris, sungguh pandai. Public speakingnya juga tidak dapat diragukan lagi. Sungguh percaya diri. Kami sekelas. Yang ini sedikit aneh memang. Aku selalu heran kenapa temanku yang satu ini lebuh memilih masuk kelas IPA daripada IPS. Padahal sudah jelas dia punya bakat di bidang sosial. Kadang aku merasa kasihan dengan temanku yang satu ini. Dia pernah berkata, dengan nada yang sedih, setelah dia masuk di kelas 12 ini, dia baru merasa salah jurusan. Ah sungguh miris.

Tapi hari ini aku terkejut. Sedikit melongo. Heran. Siapa sangka dia berhasil mendapat beasiswa kuliah. Menjamin masa depannya 3-5 tahun setelah lulus SMA. Dia membalik keadaan salah jurusannya, menjadi jaminan masa depan. Dia sungguh-sungguh memanfaatkan salah satu potensinya, yaitu sosial san bahasa inggrisnya. Dan memilih jurusan hubungan internasional di sebuah universitas swasta yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantarnya.

Aku juga sedikit miris. Kali ini miris terhadap diriku sendiri. Melihat kenyataan. Kenyataannya aku belum memposisikan masa depanku ke posisi aman. Belum dapat menerawang masa depan. Malahan masih bingung juga mau kuliah dimana, jurusan apa.

Mendapat predikat pararel satu kelas IPA ternyata tak dapat menjamin sesuatu. Semua seperti hanya ilusi. Maya, tak nyata. Seakan sia-sia. Lihatlah aku kawan, aku belum mendapat apa-apa. Sementara temanku yang berteriak saat pelajaran matematika, sudah dapat beasiswa. Miris memang.

Komentar