Catatan Mahasiswa Semester Akhir #1: MABA (Mahasiswa Bangkotan)


lama sekali ngga nulis di blog ini hahah

halo, siapa pun yang mbaca blog ku yang sudah berdebu ini, ini Naufal, sedang berada di tahun terakhirnya menjadi mahasiswa S1 di UGM. Bulan Agustus ini aku lagi KKN secara online, disaat teman-temanku yang lain barangkali sudah pada wisuda hahah. Panjang ceritanya kenapa bisa aku belum kkn disaat yang lain udah sibuk ngurusin pasca studi sarjananya. Aku bahkan belum seminar proposal untuk penelitian skripsiku, lebih tepatnya BAB 1 aja belum aku sentuh. dan fun fact, disaat yang bersamaan menjadi mahasiswa tingkat akhir, aku juga jadi mahasiswa baru di kampus sebelah. aneh emang :)

sebagai mahasiswa tingkat akhir, aku memiliki banyak sekali cerita, catatan dan pengalaman selama menjadi perantauan di kota pelajar. banyak kejadian yang membentuk diriku yang sekarang, yang mengajarkanku konsep dan prinsip hidup yang baru, yang kini aku percayai. yang membawa kepada diriku yang sekarang, di lokasi ini, dengan keadaan seperti ini.

menjadi seorang perantauan bagi seorang anak SMA no life sepertiku adalah pengalaman yang luar biasa. seekor ikan yang biasanya hanya tinggal di akuarium, kali ini dilepas sendirian di laut. lebih-lebih aku tidak punya seorang pun kawan yang aku kenal di UGM sebelumnya. kini benar-benar, diriku adalah tanggungjawabku. aktivitas sehari-hari berada di tanggungjawabku. studi selama 4 tahun kedepan adalah tanggungjawabku. semuanya menjadi tanggungjawab diri sendiri. sebagai anak rumahan yang makan tinggal jalan ke dapur atau nanya ke ibuk, tanggungjawab adalah perasaan yang sebelumnya tidak pernah aku dapatkan. jujur, ini adalah jenis pelajaran yang mahal menurutku. self-learning process, trial and error. banyak gagal dan ngga efektifnya hahah. kalau aku bisa kembali ke 4 tahun yang lalu, aku bakal cerewet sekali ngomong ini itu ngasi wejangan ke diriku di masa lalu.

pencarian jati diri bagiku bukan di masa SMA, tapi saat kuliah ini. tentu saja karena masa SMA ku bergenre manut sama orang tua jadi ga bisa ngapa-ngapain. pertanyaan-pertanyaan mengenai mau jadi apa diri ini, apa passion mu, apa cita-cita mu, apa yang kamu sukai dan lainnya mulai terjawab lewat berbagai eksplorasi -yang juga buang-buang waktu. aku sebagai seekor ikan kecil mencoba semuanya. curious sekali. masuk ke satu, menyadari tidak betah, masuk ke lainnya. jadinya ya gini, kok belum lulus-lulus hahah. gapapa, masih semester 9 kok ini.

fase-fase jauh dari rumah juga kadang menyebabkan banyak hal yang ngga bisa dipikul sendiri terpaksa aku gotong. sering sekali sedih sendirian. ingin ini ingin itu ngga bisa karena jauh dari rumah. banyak hal-hal kecil yang tidak bisa aku akomodasi di sini. as simply kamar pribadi buat recharge energy setelah seharian kuliah, aku tidak punya hahah. gampang sekali tertekan dan burn out. kalau dikata kuliah ini bergenre apa, barangkali genreku adalah genre mellow. mengsedih mulu tiap bulan. lebih-lebih saat pandemi kayak gini, udah setahun ngga pulang. asli kangen tidur di kamar! kalau boleh aku pengen teriak, "KANGEN KAMAAR YA ALLAH, BERILAH AKU KAMAR!" aku takut sekali barangkali terakhir kali aku punya kamar sendiri adalah 4 tahun yang lalu, 2017, saat SMA. saat kuliah ini tidur di kamar pondok bareng >5 orang, entah sampai kapan, barang kali masih sampai 4 tahun kedepan sampai aku lulus profesi dan kuliah yang satunya. setelah itu kalau beruntung bisa kuliah di luar negeri, aku sudah bisa menebak pasti tidurnya di asrama bareng mahasiswa asing lain. setelah itu menikah. astaga privasi ku bener-bener sudah hilang hahah.

sebagai mahasiswa kampus terbaik, balapan itu udah kayak pemandangan sehari-hari. aku bangun untuk berlari dan berlari lagi. disaat yang sama, akan selalu ada orang yang lebih di depan. yak. itulah kompetitifnya kampus biru. you'll never be the best. kadang kalau ngga kuat mentalnya, bisa capek sendiri hahah. aku yang pernah jd ketua ukm orang-orang ambis sudah paham sekali sama perasaan insecurenya anak-anak ugm dan mentalnya. barangkali seperti itulah hidup. kompetitif. balapan. berlari. tetapi sebagai mahasiswa kampus terbaik, aku juga menjadi seorang santri abal-abal di sebuah pondok pesantren. seakan berbeda dunia, aku mendapatkan pandangan, prinsip dan atmosfer yang berbeda. menjadi santri aku diajarkan segalanya dari sudut pandang agama. tasawuf ghazalian memberiku kacamata yang tidak aku dapatkan di kampus. pantas saja orang-orang santri ini lebih resilience dibandingkan orang-orang kampus yang aku kenal hahah. tapi ya, tetap semua punya keunggulan dan kritik masing-masing. tinggal di dua dunia yang berbeda memberiku opsi untuk mengambil yang mana (yang sayangnya tidak semudah itu juga ferguso).

ttapi, benar-benar dorongan untuk berlari ini kadang membuat kaki ku capek sendiri. kayak, woi ini kapan selesainya ya? kadang ketika sudah masuk garis finish, tiba-tiba imaji ku sendiri lah yang membangun lintasan balapan yang baru. membentuk balapan dengan diri sendiri yang nggak akan selesai. balapan sama masa depan. yang kadang menimbulkan ketakutan-ketakutan. aku di usia 22 tahun ini, ketika melihat anak-anak di film atau potret diri sendiri kadang berpikir, andai aku bisa hidup dan terbeku di waktu mereka, tidak pernah beranjak dewasa. hidup dengan mimpi anak-anak. hidup dengan keseharian pernuh permainan mereka. hidup dengan kebahagiaan dan kesederhanaan ala bocah, yang ngga perlu khawatir dengan garis finish. hidup dengan harapan dan mimpi tentang masa depan, penuh optimisme, tetapi di saat yang sama tidak pernah ingin waktu berputar untuk mewujudkan harap dan mimpi itu.

4 tahun menjadi pelajar di perantauan, menyadarkanku betapa menakutkannya hidup sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap diri sendiri. aku bukanlah orang yang pandai bergaul dan membuat teman atau sahabat dekat. boleh dibilang aku adalah seekor lone-wolf. berjuang sendiri. kalau boleh punya permintaan, aku ingin sekali punya seorang partner yang bisa saling support. mendukung satu sama lain. karena selama ini aku hanya memegang prinsip Membasunya Hindia, memberi tanpa berharap kembali, tetap membasuh walau kering, tetap mengobati walau membiru. heroik sekali memang, tetapi asli, capek woi hahah. ingin sekali punya partner buat ngerjain skripsi, yang tiba-tiba ngirim gofood waktu aku lagi ngerjain KTI seperti aku pas nraktir kawan selantai pake jus mangga. yang tiba-tiba naruh olive chicken, kayak biasanya aku mbeliin makanan buat temen sekre N58. ya. aku masih belum bisa menghilangkan daftar pamrih, berharap apa yang kuberi akan pulang. dasar nopal.

tapi, Tuhan, kalau boleh meminta, aku pengen seorang partner buat mengerjakan skripsi.

Komentar

  1. ternyata benar, mahasiswa tingkat akhir cuma satu inginya, ndang rabi!

    BalasHapus

Posting Komentar