Catatan Mahasiswa Semester Akhir #11: Peran dalam Drama Kolosal - Tokoh Sampingan


Aku lupa dimana pernah membaca pernyataan ini: bahwa barangkali eksistensi hidup kita hanyalah untuk menjad enebler dari seseorang yang kita temui. Peran kita tak lebih dari seorang tokoh sampingan, yang menjadi significant other bagi orang lain, si tokoh utama. Apa-apa yang kita lakukan senyatanya hanyalah untuk menjadi seorang penghantar, menjadi kaki-tangan dari si pembuat skenario untuk memuluskan jalan si tokoh utama. Selebihnya, tidaklah begitu penting untuk seluruh jalan cerita. Kita akan melanjutkan hidup seperti biasa, kemudian mati, dan tidak ada seorangpun yang akan mengingat lagi eksistensi kita. Berbeda dengan si tokoh utama, hidupnya akan berlanjut dengan luar biasa. Namanya masyur di Langit dan Bumi, bahkan tetap harum meski telah terlampau jauh terkahir kali napasnya terhembus di Bumi.

Aku pernah berpikir demikian. Barangkali eksistensiku hanya sebagai tokoh sampingan. Aku ditakdirkan untuk berkuliah di kampus biru, namun lulus terlambat, dan juga ditakdirkan untuk tinggal di lantai tiga sebuah asrama pondok pesantren bersama maba-maba generasi 2000an. Barangkali sebenarnya aku hanya enebler dari seorang maba di kamar ini, menjadi inspirasinya untuk melejit menggapai takdir tokoh utamanya. Tanpa aku, barangkali mereka hanya menjadi mediocre. Karenanya aku diletakkan disana oleh sang pembuat skenario. Kemudian selesai sudah tugasku, aku akan melanjutkan hidup seperti biasa. Kemudian mati.

Kalau dipikir, barangkali sudah terdapat milyaran manusia yang pernah menjadi tokoh sampingan. Eksistensinya pernah ada, namun kini tidak ada yang mengenalnya lagi. Mereka pernah berpijak di Bumi yang sama, namun kini tidak ada lagi bekas jejaknya. Kita mengenal tokoh kemerdekaan nasional, namun kita tidak pernah mengenal ribuan pasukan tentara yang ikut tewas berperang. Kita mengenal tokoh penemu teknologi terkini, sedangkan kita tidak pernah mengenal 30 kawan sekelas tokoh tersebut yang barangkali membatu si penemu dalam mengerjakan PR. Kita mengenal tokoh pengusaha sukses, tapi kita tidak pernah mengenal ratusan pelanggan pertamanya yang membuatnya semangat dalam merintis usaha. Barangkali terdapat ribuan nama-nama manusia masa lalu yang masih bisa kita ketahui, namun tetaplah tidak seberapa dibandingkan milyaran manusia yang pernah hidup. Lantas, untuk apa hidup jika nantinya tidak pernah ada yang menyadari bahwa kita pernah hidup?

Topik ini kenapa menjadi begitu berat hahah, kenapa jadi krisis eksistensional. Barangkali banyak cara untuk menjawab pertanyaan ini. Bisa dilihat dari filsafat, atau agama. Tapi aku mau nyoba njawab alakadarnya, ala si nopal dengan prinsip hidupnya. Hidup sebagai tokoh sampingan, adalah peran yang tidak penting-namun juga tidak peting. Di dunia ini barangkali ada triliunan takdir kehidupan yang berjalan secara pararel, saling terkait membentuk simpul-simpul sebab akibat yang saling berhubungan dengan ruwetnya. Diantara simpul sebab akibat tersebut terdapat peran sang pembuat skenario. Suatu simpul akan terjadi, hanya dan hanya jika sang pembuat skenario menghendakinya. Suatu kejadian hanya terjadi bila kejadian tersebut dituliskan oleh sang pembuat skenario, begitu juga sebaliknya. Suatu simpul tidak akan terjadi jika memang tidak dituliskan, meski seluruh dunia menghendakinya tetaplah tidak akan terjadi.

Barangkali suatu negara tidak akan pernah merdeka apabila salah satu tentaranya lupa menggosok gigi, yang entah mengapa bisa membuat si tokoh kemerdekaan nasional terbunuh di rumahnya. Barangkali dunia masih menggunakan lampu berbahan bakar minyak apabila seorang siswa memutuskan untuk berangkat sekolah saat hujan, yang entah mengapa bisa membuat si tokoh penemu teknologi terkini tidak lulus ujian. Barangkali tidak akan ada perusahaan multinasional sabun apabila seorang pembeli lupa mematikan lampu tidurnya, yang entah mengapa bisa membuat si tokoh pengusaha sukses lebih memilih menjual handuk dibandingkan sabun. Bergesernya suatu tindakan dari garis takdir yang bahkan sepertinya tidak berhubungan barangkali bisa mengubah takdir di belahan dunia lain, karena kita terikat dalam simpul takdir yang sangat ruwet, dengan dalangnya sang pembuat skenario yang maha Kuasa.

Maka besar-kecil peran seseorang tetaplah penting. Seorang tokoh utama tidak akan menjemput takdirnya jika satu dari ribuan tokoh sampingannya hilang dari simpul takdir. Namun, jika sang pencipta skenario menghendakinya, kenapa tidak? Kita saling terikat dalam simpul-simpul, dalam sebuah skenario raksasa paling agung yang pernah ada, dengan sang pembuaat skenario sebagai penentu segalanya. Kita adalah pion-pion yang sedang bermain, bermain peran dalam drama kolosal.

Komentar