Catatan Mahasiswa Semester Akhir #8: Kotak Memori

Kotak Memori


Aku kecil sebagai anak rumahan di keluarga yang biasa saja. Aku tidak begitu banyak memiliki memori tentang keluarga, seperti berwisata ke pantai, berkunjung ke kebun binatang atau berkemah di hutan pinus. Kami jarang liburan, kecuali untuk menghadiri acara keluarga, mudik lebaran atau mengajak nenek buat jalan-jalan. Oh ya pernah sekali aku diajak ke MAJT, museum dan pelabuhan, itu pun untuk mengerjakan kompensasi dari sekolah kakakku karena dia tidak diizinkan study tour di Bali. Keluargaku tidak pernah mengagendakan liburan khusus untuk kami ber-empat yang benar-benar untuk liburan. Sebagian besar hiburanku adalah aktivitas di rumah, sendirian. Ya, karena aku anak rumahan yang akan dimarahin kalau main terlalu jauh. Akhirnya aku tidak begitu pandai bergaul dengan kawan sebaya di sekitar rumah.

Di rumah, aku lebih banyak melakukan kegaitan kreatif: menggambar, menulis, membaca buku. Tak apa, sebenarnya aku sudah bahagia dengan kegiatan tersebut. Mengingat apa yang aku dulu lakukan, sebenarnya diriku sendiri sangat bangga karena aku tertarik pada seni dan sastra.

Aku suka menggambar, barangkali aku memiliki lebih dari lima buku tulis yang penuh dengan gambar. Belum lagi yang ada di lembar fotokopian kumpulan soal UTS dan UAS tahun sebelumnya. Setiap kali aku bosan saat belajar menyiapkan ujian, maka tanganku akan menggoreskan pensil di lembar-lembar soal. Menggambar sesuatu: hewan, naga, orang, monster. Aku punya satu buku tulis tebal 48 halaman yang penuh dengan ensiklopedia dinosaurus yang aku gambar sendiri, kemudian aku warnai dengan krayon dan pensil warna. Aku membuat permainan perang-perangan di buku kotak-kotak matematika, lengkap dengan puluhan prajurit yang bisa dibeli dengan beberapa poin, permainannya sebenarnya untuk dua orang, tetapi aku mainkan sendiri menggunakan lemparan dadu: 1 dan 2 untuk serangan kembali ke penyerang, 3 dan 4 untuk serangan gagal dan 5 dan 6 untuk serangan berhasil. Aku masih tidak mengerti bagaimana aku bisa betah memainkan permainan dua pemain seorang diri. Di kelas 4 SD aku ingat sekali membuat permainan Sims City di buku bersama teman kelasku. Dia anak orang mampu yang sudah memainkan permainan tersebut di PC. Kita menggambar kota di dua lembar buku. Kemudian menggambar masing-masing rumah. Aku ingat dengan rumah yang aku gambar, satu lantai dengan hewan peliharaan kucing, anjing dan burung. Si anjing namanya Ciko kalau tidak salah. Juga restoran yang aku miliki, nama restorannya adalah 'Happy People', terinspirasi dari lirik lagu anime Bleach yang sering disetel di MP3 kakakku. Lengkap dengan menu makanan yang disajikan dan harganya. Kita berpura-pura menjadi sims di kota tersebut. Aku juga menggambar pokemon sekitar akhir SD, seingatku pada saat itu kualitas gambarku sudah jauh lebih baik, aku suka sekali dengan hasil gambar itu. Aku juga sempat membuat komik, seingatku sudah cukup banyak panelnya. Ceritanya adalah tentang ikan terbang yang punya kekuatan sihir, mereka punya bintang-bintang di siripnya yang panjang yang menunjukkan kekuatannya. Semakin banyak bintang maka semakin kuat.

Aku suka membaca, barangkali ini sudah dibahas di CMSA #6. Ya, aku peminjam buku terbanyak saat sekolah dasar. Terima kasih terhadap koleksi perpustakaan sekolah dasar swastaku yang sangat lengkap, aku bahkan sudah membaca beberapa karya sastra terjemahan dari luar karya Roald Dahl. Ah astaga aku senang sekali saat menulis ini sambil searching di internet tentang karyanya, aku masih mengingat buku apa saja yang pernah aku baca: Charlie and the Chocolate Factory, Charlie and the Glass Elevator, dan James and the Giant Peach. Aku akan membelinya lagi saat punya uang hahah. Selain itu aku juga membaca kumpulan judul dari Kecil-Kecil Punya Karya, Goosebump serta novel-novel Indonesia seperti Laskar Pelangi dan lainnya.

Berangkat dari hobi membaca, di liburan kenaikan kelas 6 aku mulai menulis ceritaku sendiri di sebuah buku tulis tebal 200 halaman berwarna merah. Aku masih ingat pola cover merahnya yang bergelombang. Terakhir di ingatanku, aku sudah sampai di halaman 60-an. Ceritanya tentang perang ikan karena ada ancaman naga di laut dalam, tapi entah kenapa ceritanya berkembang hingga mereka masuk portal yang ada di kuil bawah laut yang terhubung ke dunia pokemon. Hahah random sekali. Nama tokoh utamanya adalah Ferry, yang punya seribu saudara (karena ikan bertelur banyak sekali, bukan?). Bapaknya Ferry adalah anggota angkatan perang. Mereka berperang dengan teknologi tinggi hasil curian dari perang dunia kedua: menggunakan leser, peluru, nuklir. Ya, mereka memiliki profesi masing-masing layaknya manusia. Ada yang bekerja sebagai tentara, dokter, hingga bos pabrik alutsista perang.

Hahah. Kalau dipikir-pikir, aku punya banyak kenangan masa kecil berbentuk fisik. Seharusnya begitu. Hingga sekitar dua tahun lalu aku baru menyadari bahwa semua buku-buku itu, yang aku simpan di lemari kamarku, sudah dibuang di tukang loak barang bekas. Tanpa ada yang menanyakanku apakah buku itu masih terpakai atau tidak. Mendengarnya nyesek banget asli. Bahkan sampai sekarang. Salah satu hal yang membuatku nyesek setiap kali aku ke rumah adalah karena mengingat buku-buku itu yang sudah dibuang. Aku selalu mengais-ngais isi lemari itu setiap pulang ke rumah, padahal aku sudah melihat bahwa sekarang isinya adalah tumpukan baju yang jarang dipakai, 'barangkali bukunya masih ada dan hanya terselip' pikirku. Bagiku itu bukan buku tulis yang berisi coretan bocah kecil biasa, aku mengisinya dengan dedikasi dan usaha yang betulan, dengan imajinasi yang berputar di kepala. Sekaligus, itulah satu-satunya bukti memori-memori masa kecilku ketika di rumah.

Yah, tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Aku sedih, memang, tapi ya gimana ya hahah. Mau tidak mau bagian kepala rasionalku terus berkata, 'ya meh pie neh anjir, udah dibuang ya sudah,' Tidak ada lagi sesuatu yang bisa diperbuat. Aku jadi semakin mengerti seperti apa perasaan si tokoh utama yang aku ceritakan di CMSA #6. Ketika dia harus kehilangan benda paling berharga yang menyimpan semua memori bersama sahabatnya. Kalau dipikir-pikir kok malah jadi mirip hahah. Benda yang dirusakkan oleh si bocah adalah sebuah buku jurnal, sama denganku dengan buku-buku gambar dan cerita. Hmm.. Mungkin ini saatnya aku harus belajar dari apa yang aku tuliskan disitu, belajar dari karakter si tokoh utama, berusaha menggunakan pikiran alternatif.

"I still forgive you for what you did... We all have our own monsters inside us, anyways."

Meski bukan salah mereka juga, bukan monster mereka juga, tapi setiap orang juga punya kesalahan. Baik di sadari maupun tidak. Di kasus ini, sepertinya mereka tidak menyadarinya. Tidak ada yang bisa disalahkan.

"I guess... everybody has a reason for the things they do... I try to think about what I would do if I were in your shoes and if I would act the same way. I just really want to understand people more, so that I can see the way they see."

Ya, barangkali kalau aku jadi orang tua yang lahir di tahun 60-70'an dengan tanpa pernah menyentuh pendidikan tinggi, aku tidak akan mengerti seberapa berharganya coretan di buku saat sekolah dasar bagi seorang anak kuliahan. Seberapa inginnya dia untuk menyimpan memori-memori masa kecil dulu. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia akan sedih saat aku membuang buku-buku itu. Kalau ada yang memberitahuku sebelumnya, sungguh aku tidak akan membuangnya. Tapi ya mau gimana lagi, buku-buku itu sudah dibuang. Aku tidak bisa mengembalikannya.

Okey.. Ini aneh, tapi sepertinya cukup bekerja, hahah.


Komentar